Rampas Kendaraan Konsumen Tanpa Prosedur, Herman Pakaya Laporkan PT ACC Finance
TP, Gorontalo – Herman Pakaya melaporkan PT. ACC Finance ke Polda Gorontalo pasca perampasan dan pembodohan nasabah tanpa prosedur yaitu mobil Grand Max dengan nomor polisi DM 8030 CD miliknya diambil paksa _debt colector,_ Rabu (04/07/23). Akibat peristiwa tersebut, korban mengalami kerugian sebesar Rp92.000.000,- (sembilan puluh dua juta rupiah).
Kepada penyidik di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Gorontalo, korban mengatakan kalau angsurannya hanya menunggak dua bulan yaitu Juni-Juli 2023 dengan rincian setoran per bulan sebesar Rp3.680.000,- (tiga juta enam ratus delapan puluh ribu rupiah), dan jika dikali dua bulan menjadi Rp7.760.000 (tujuh juta tujuh ratus enam puluh ribu rupiah). Selain itu, korban juga telah mengadu peristiwa tersebut ke PPWI, yang diketuai Wilson Lalengke S,Pd., M.Sc. M.A., Rabu (19/07/23).
Dimana dalam hal ini, Wilson Lalengke Alumni PPRA-48 Lemhanas RI Tahun 2012 tersebut mengatakan bahwa PPWI akan mengawal kasus tersebut hingga ke pengadilan. “Kami akan berusaha mengawal kasus ini hingga korban mendapatkan keadilan,” ujar Tokoh Pers Nasional yang getol membela masyarakat yang terzolimi.
Korban sangat menyayangkan itikad baiknya untuk melunasi tunggakannya tidak digubris pihak ACC Finance. Tidak sampai di situ, korban yang telah berupaya beritikad baik akhirnya pasrah saat digiring ke Kantor ACC finance untuk dipaksa untuk menandatangani surat penyerahan kendaraan secara sukarela kepada perusahaan tersebut.
“Saya telah dipaksa dan dibodohi agar menandatangani surat penyerahan kendaraan secara sukarela kepada perusahaan tersebut,” jelasnya.
Selanjutnya, pada keesokan hari setelah mobilnya ditarik, Herman Pakaya masih berupaya membayar tunggakannya selama dua bulan dan biaya penarikan agar mobilnya bisa dikembalikan, akan tetapi pihak PT. ACC Finance menyatakan bahwa sistemnya sudah _diclose_ (sudah tutup) dan harus membayar lunas. “Saya sudah berniat baik untuk membayar tunggakan dua bulan dan denda mobil saya, tapi ACC finance mengatakan telah tutup dan harus membayar lunas ” ungkap Herman Pakaya
Menurut Herman, tindakan penarikan kendaraan secara sepihak adalah perbuatan melawan hukum. “Tindakan penarikan kendaraan tanpa prosedur itu melanggar hukum dan harus ditindak tegas,” harapnya.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oknum-oknum _dept colector_ dan perusahan pembiayaan banyak terjadi di Gorontalo. “Kami berharap atas kejadian ini Majelis Hakim akan memberikan keputusan yang adil. Hanya dengan tunggakan dua bulan, mobil saya ditarik dan disita. Jelas-jelas ini tidak adil dan sangat merugikan konsumen. ACC finance yang hanya mau enaknya saja, sementara kerugian konsumen tidak diperhitungkan. Kami menduga ada “bisnis gelap” yang dilakukan ACC finance ,” tandas Herman pakaya.
Lanjutnya, penarikan kendaraan mobil oleh _debt colector_ atau pihak eksternal di jalan raya adalah perampasan. Kepada awak media, Herman Pakaya menyampaikan dugaannya bahwa penarikan kendaraan mobil seperti itu terindikasi bisnis gelap antara oknum _dept colector_ dan PT ACC finance untuk mendapatkan keuntungan sepihak, karna mobil tersebut sudah dijual di portal jual beli mobil bekas. Seharusnya para oknum tersebut harus diproses hukum sesuai undang-undang yang berlaku.
“Apalagi yang tidak dilengkapi dengan dokumen yang resmi, itu perampasan dan melanggar hukum sehingga harus ditindak,” tegasnya.
Herman Pakaya menuturkan, mestinya baik _debt colector_ maupun PT. ACC Finance tidak serampangan menarik kendaraan mobil khususnya tunggakan yang tinggal beberapa bulan. “Proses eksekusi atau penarikan kendaraan _debt colector_ harus dilengkapi dengan adanya sertifikat fidusia, surat kuasa atau surat tugas penarikan, kartu sertifikat profesi, dan kartu Identitas,” katanya lagi.
Meski demikian, penyitaan kendaraan harus dilakukan dengan prosedur yang benar dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Ancaman hukuman bagi pihak _debt colector_ maupun perusahan pembiayaan yang melakukan penarikan secara paksaan dapat dikenakan pidana.
Prosedur penyitaan kendaraan harus memahami UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU tersebut menerangkan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Terkait masalah ini, Herman akan kawal hingga ke pengadilan. “Saya berharap polisi bersikap adil dan tegas terhadap oknum-oknum _dept colector_ maupun perusahaan yang seenaknya menyita kendaraan. Hal ini terkesan instruksi Presiden Jokowi dan Kapolri diabaikan, padahal Presiden secara tegas telah memerintahkan jajaran Polri untuk tidak memberi ampun kepada _debt colector_ dan finance yang terbukti melakukan penarikan dan perampasan kendaraan mobil. Kalau jajaran di bawahnya tidak melaksanakannya, ini patut dipertanyakan,” pungkas Herman.
Sementara itu, SPKT Polda Gorontalo saat dikonfirmasi awak media mengatakan bahwa laporan sudah diterima satu minggu, namun salah satu Anggota Kepolisan mengatakan bahwa Penyidik sedang keluar daerah, nanti sepulangnya dari luar daerah akan diproses laporan aduan tersebut.
Dijelaskan juga bahwa laporan tersebut terindikasi pidana pembodohan, penipuan/perbuatan curang sebagaimana diatur UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Akibat kejadian tersebut, korban tidak hanya mengalami kerugian materi tapi juga imateril, dimana mobil miliknya yang dikredit menggunakan uang muka DP ditambah angsuran yang telah dibayarkannya kepada perusahan pembiayaan. (Tim/Red)