Kasus Pembacokan: Keluarga Korban Minta Keadilan
TP – Serang – Fahrudin, seorang sopir angkot yang menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan, meminta keadilan setelah mengalami insiden tragis tersebut. Dalam wawancara dengan media, salah satu anggota keluarga yang berinisial IS menjelaskan kronologi kejadian tersebut.
Insiden pembacokan terjadi pada 27 Juni 2024, sekitar pukul 18.30 WIB, di Jalan Raya Palka, Kampung Cisitu, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Sebelumnya, Fahrudin terlibat perselisihan dengan seorang pria berinisial WN di dekat SPBU Palima. Konflik yang awalnya hanya berupa cekcok mulut itu berubah menjadi lebih serius.
“IS menjelaskan bahwa saat Fahrudin sedang mengantarkan penumpang, angkotnya tiba-tiba mogok karena radiator yang panas. Dalam kondisi tersebut, diduga empat orang, yaitu WN, AD, DN, dan istri WN, mendekati Fahrudin, di mana dua di antaranya membawa senjata tajam berupa golok. “Fahrudin tidak punya pilihan lain dan merasa terancam. Saat itulah AD melakukan pembacokan yang mengenai lengan Fahrudin, menyebabkan luka bacok pada tangan kanan, kiri dan perut,” ujar IS.
“Menurut IS, konflik sebelumnya dengan WN diduga menjadi pemicu insiden pembacokan ini. “Saya menduga kejadian ini merupakan dampak dari perselisihan yang tidak terselesaikan,” katanya dengan nada kecewa.
Lebih jauh, IS mempertanyakan keadilan yang dialami saudaranya. “Kenapa saudara saya yang menjadi korban justru bisa dijadikan tersangka? Apakah ini adil?” tegas IS. Situasi ini semakin rumit karena AD, yang diduga sebagai pelaku penganiayaan, sudah ditangkap oleh polisi, sementara Fahrudin justru ditetapkan sebagai tersangka, 3 bulan setelah kejadian.
IS juga mempertanyakan kenapa AD baru melaporkan Fahrudin 3 bulan setelah kejadian tanggal 27 Juni 2024, padahal posisi AD sudah ditahan sejak 3 bulan yang lalu. “Ini adalah pertanyaan mendasar yang perlu dijawab oleh pihak berwenang,” tambahnya.
Ia meminta penyidik Polresta Serang Kota untuk memanggil WN guna memberikan keterangan lebih lanjut mengenai insiden tersebut. “Jika kita melihat kronologi kejadian, apakah seseorang yang berusaha membela diri dan mempertahankan haknya bisa dipidana? Kenapa saudara saya, yang menjadi korban pembacokan, justru ditetapkan sebagai tersangka 3 bulan setelah dia melaporkan?” tanya IS.
IS merasa sangat tertekan dengan situasi yang menimpa keluarganya dan berharap adanya perhatian lebih dari pihak berwenang. Ia meminta kepada Propam Mabes Polri, Propam Polda Banten, dan Ombudsman untuk menyelidiki dan mengevaluasi kasus ini secara menyeluruh. “Kami berharap keadilan bisa ditegakkan dan pihak-pihak yang terlibat bertanggung jawab atas tindakan mereka,” tutup IS dengan harapan.
Diketahui, berdasarkan kejadian pada 27 Juni tersebut, Fahrudin telah melaporkan tindakan penganiayaan dan pengeroyokan ke Polsek Pabuaran. AD telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka, namun ia hanya dijerat dengan Pasal 351 KUHP tanpa memasukkan Pasal 170 KUHP terkait pengeroyokan secara bersama-sama yang diduga melibatkan AD dan DN.
Kemudian, pada 9 September 2024, AD juga melaporkan kembali ke Polres Serang Kota dengan tuduhan serupa, yaitu Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan kekerasan, dan pada hari yang sama Fahrudin ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, pihak kepolisian yang menangani kasus ini belum bisa dikonfirmasi terkait perkembangan lebih lanjut. ( Tim )